-->
我是专门收垃圾的! 在我的垃圾窝装满了许许多多的垃圾 每一个垃圾的背后都有一段故事。。。 若不嫌葬就捡来看看喽 ^^

Thursday, February 21, 2008

Saatnya Menjajal Pasar

Mulai sekarang, hafalkan baik-baik wajah dan nama mereka. Gampang kok, karena mereka akan selalu berdiri berjajar dengan urutan yang sama, mulai dari kiri namanya Spring, lalu Summer, terus Autumn, dan paling kanan adalah Winter. Jangan pernah tanyakan nama asli mereka karena mereka adalah Four Seasons.
Inilah fenomena terbaru industri musik
Tanah Air. Pada pandangan pertama, orang tak akan mengira grup vokal— atau lebih keren disebut boysband—ini berasal dari Jakarta. Mulai dari tampang, gaya, sampai bahasanya lebih mirip boysband asal Taiwan atau Hongkong.
Album perdana mereka, Tian Zi (Children of Heaven), yang diluncurkan akhir November 2007, berisi 10 lagu. Sembilan lagu berbahasa Mandarin dan satu lagu dalam bahasa Inggris. Tak ada satu pun lagu dalam bahasa Indonesia. ”Tetapi sebagian besar lagu Indonesia asli karena diciptakan, diaransemen, dan dimainkan oleh orang Indonesia semua,” tutur Spring.
Delapan lagu dalam album itu bahkan digubah sendiri oleh empat personel Four Seasons, mulai dari menulis lirik, melodi, sampai merancang koreografi yang tepat untuk setiap lagu. Sebagai gimmick penjualan, satu lagu yang dipopulerkan grup band Samsons, Kenangan Terindah, mereka nyanyikan lagi dalam bahasa Mandarin menjadi
berjudul Zui Mei Li De Hui Yi. ”Isinya tetap sama karena kami terjemahkan dari lagu aslinya dengan bantuan penulis lagu dari Taiwan, Leuis Hu,” kata Summer.
Pabrikasi
Yang menarik, Four Seasons menggunakan sistem pabrikasi hiburan, seperti yang dilakukan di Taiwan dan Korea. Artis atau entertainer tidak semata tumbuh dari minat dan bakat alam, tetapi sengaja dikonsep, dibentuk, dan dilatih (pendek kata, di-”manufaktur”) sejak awal untuk dijadikan superstar, bintang dunia hiburan.
Para personel Four Seasons memang memiliki minat dan bakat di dunia tarik suara. Ajang lomba menyanyi dan kompetisi karaoke mempertemukan empat anak muda tersebut, yang kemudian sepakat membentuk Four Seasons pada 14 Februari 2003. Sejak itu, mereka rutin mendapat job mengisi berbagai acara, mulai dari pesta ulang tahun, peluncuran produk baru, maupun kumpul-kumpul (gathering) perusahaan, yang dihadiri peminat lagu Mandarin. ”Tahun 2005 kami mulai menulis lagu sendiri dan bikin demo tape untuk dikirim ke label-label rekaman, tetapi belum berhasil,” ujar Autumn.
Direktur Penjualan dan Pemasaran PT Universal Music Indonesia Daniel Tumiwa melihat boysband itu pertama kali pada 2006 dan langsung melihat peluang bisnis di situ. ”Pasar lagu berbahasa Mandarin belum ada yang menggarap dengan serius. Pasarnya memang segmented, tetapi ada dan besar potensinya. Waktu itu, setiap kali ada acara show di segmen itu, saya lihat penyanyinya Delon lagi, Delon lagi, he-he,” ungkap Daniel.
Dari segi album rekaman, pasar tersebut selama ini hanya diisi artis-artis Mandarin dari luar negeri, seperti Taiwan dan Hongkong. Daniel kemudian memiliki gagasan untuk menggarap Four Seasons secara lebih total.
Di bawah Mutant Tones Management, yang dimotori mantan anggota grup vokal ME Voices, Irvan Natadiningrat (irv nat), Four Seasons menjalani ”karantina” untuk menyiapkan mereka terjun ke dunia hiburan yang sesungguhnya. Mereka dikontrakkan rumah dan tinggal bersama di situ.
Dibentuk
Setiap hari mereka dilatih dan dibentuk secara intensif, mulai dari kebugaran tubuh, olah vokal, koreografi, make up dan cara berpakaian, hingga teknik sulap. Konsep dan citra Four Seasons pun diperkuat. Meski sejak awal berdiri mereka sudah memilih nama musim yang disesuaikan dengan karakter personal masing-masing, kini karakter itu diperkuat dengan rias wajah, tata rambut, dan pemilihan pakaian. Winter, misalnya, selalu tampil dengan ekspresi dingin, baju berwarna terang dan lembut, dan cat rambut beraksen terang.
Demi menjaga citra itu, mereka pun dilarang menyebutkan nama dan usia asli masing-masing. ”Kalau sampai lupa dan menyebut nama aslinya, setiap orang didenda Rp 5.000. Saya aja pernah kena denda, he-he-he,” ujar Daniel.
Setelah segala persiapan itu, mereka pun masuk ke dapur rekaman. Rekaman album perdana ini diproduksi oleh Mutant Tones dan didistribusikan oleh Universal Music Indonesia. ”Sejak dirilis sampai awal Februari ini, albumnya sudah laku 16.000 kopi dan sebagian besar dalam bentuk CD. Jumlah yang cukup besar untuk pasar segmented. Kami juga menjualnya di Malaysia, Singapura, dan Hongkong,” papar Daniel.
Pasar
Namun, imbuh Daniel, pasar sesungguhnya yang menjanjikan bagi Four Seasons saat ini adalah acara-acara show. Menurut dia, ada kebutuhan besar akan entertainer lokal yang bisa menyanyikan lagu Mandarin untuk mengisi pertunjukan di daerah- daerah yang mayoritas penduduknya Tionghoa. ”Di Jakarta, Four Seasons mungkin tidak dikenal jika show di Mal Pondok Indah atau Citos, tetapi di Mal Kelapa Gading dan Mal Puri Indah sambutannya gila!” ujarnya.
Hal yang sama juga dialami alumni kontes menyanyi Mandarin
Chen Sing di stasiun televisi Indosiar. Menurut Didien Pradoto, Produser Eksekutif Chen Sing, saat ini peserta yang sudah tereliminasi dari acara tersebut justru langsung kebanjiran order show. ”Kalau mereka tampil di mal-mal, sambutannya seperti sudah menjadi superstar, dan penontonnya enggak cuma orang Tionghoa,” ungkap Didien.
Dan, bukan tidak mungkin, dengan makin banyaknya pemain di segmen tersebut, lagu-lagu Mandarin akan diterima oleh kalangan yang lebih luas. ”Saya, sebagai orang Jawa, dulu kalau denger lagu-lagu Mandarin rasanya gimana gitu. Setelah saya di Chen Sing, saya baru sadar ternyata lagu-lagu Mandarin itu bagus-bagus dan syairnya indah- indah,” kata Didien.ternyata
lagu-lagu Mandarin itu bagus-bagus dan syairnya indah- indah,” kata Didien.

No comments: